Kamis, 23 Agustus 2012

PUPUK ORGANIK CAIR LEACHATE TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR YANG TELAH DIBIOSORPSI


Penggunaan pupuk organik cair dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi caisim dan berwawasan lingkungan.  Menurut Damayanti (2009), bahan baku pupuk organik cair yang sangat bagus yaitu berasal dari bahan organik basah atau bahan organik yang mempunyai kandungan air tinggi seperti sisa buah-buahan atau sayur-sayuran.  Bahan-bahan organik mudah terdekomposisi dan kaya akan nutrisi yang dibutuhkan tanaman.  Sampah organik dan anorganik yang ada di tempat pembuangan akhir (TPA) akan terdekomposisi bersama air hujan membentuk limbah cair (leachate).  Semakin majunya teknologi pertanian dan mikrobiologi, leachate dapat difermentasikan menjadi pupuk organik cair leachate melalui proses biosoprsi.
Pemberian pupuk organik cair harus memperhatikan konsentrasi yang diaplikasikan pada tanaman.  Semakin tinggi konsentrasi pupuk yang diberikan maka kandungan unsur hara yang diterima oleh tanaman akan semakin tinggi.  Pemberian dengan konsentrasi yang berlebihan justru akan mengakibatkan timbulnya gejala kelayuan pada tanaman. Pemberian konsentrasi yang tepat perlu diketahui oleh para peneliti, dan hal ini dapat diperoleh melalui pengujian di lapangan. 

 Proses pertumbuhan dan perkembangan tanaman memerlukan unsur hara baik makro maupun mikro yang digunakan oleh tanaman untuk proses metabolisme tanaman.  Unsur hara tersebut dapat diberikan melalui pemupukan.  Pupuk yang diberikan dapat berupa pupuk organik.  Pupuk organik adalah pupuk dengan bahan baku utama sisa makhluk hidup, seperti darah, tulang, kotoran, bulu, sisa tumbuhan, atau limbah rumah tangga yang telah mengalami proses pembusukan oleh mikroorganisme pengurai sehingga warna, rupa, tekstur dan kadar airnya tidak serupa dengan bahan aslinya.
Pupuk organik merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dan alami.  Sebagai pembenah tanah, pupuk organik dapat mencegah terjadinya erosi, pengerakan permukaan tanah dan retakan tanah, serta mempertahankan kelengasan tanah.  Umumnya pupuk organik mengandung hara makro nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K) rendah, tetapi mengandung hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman.
 Semakin majunya teknologi pertanian dan mikrobiologi, leachate yang sudah berkadar logam berat rendah dapat diolah menjadi pupuk organik cair melalui teknik bioproses.  Menurut Musnamar (2003), pupuk organik cair yaitu pupuk organik yang berbentuk cair yang terbuat dari ekstrak bahan organik yang sudah dilarutkan dengan pelarut seperti alkohol, air, atau minyak.  Senyawa organik yang mengandung unsur karbon, vitamin, atau metabolit sekunder dapat berasal dari ekstrak tanaman, tepung ikan, tepung tulang, atau enzim.  Keunggulan pupuk organik cair menurut Parnata (2004) antara lain :
a.    mempercepat penyerapan unsur hara;
b.    memberantas hama dan penyakit;
c.    memaksimalkan proses fotosintesis;
d.   ramah lingkungan.
Lebih lanjut Parnata (2004), menyatakan bahwa pupuk organik cair dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1.    Pupuk kandang cair
Pupuk kandang cair merupakan pupuk cair yang berasal dari urine ternak.
2.    Biogas
Biogas merupakan gabungan dari fermentasi bahan organik cair dengan bahan organik padat.  Bahan-bahan organik ini berasal dari manusia, hewan, dan tumbuhan.
3.    Pupuk cair dari limbah kotoran manusia
Pemanfaatan kotoran manusia untuk pupuk bisa dilakukan dengan pengolahan yang sederhana tanpa melalui biogas.  Kandungan kotoran manusia terdiri dari air (66 sampai 80%), senyawa organik (88 sampai 97%), nitrogen (5 sampai 7%), fosfor (3 sampai 5,4%), kalium (1 sampai 2,5%), karbon (40 sampai 55%), kalsium (4 sampai 5%), dan C/N rasio 5 sampai 10.
4.    Pupuk cair dari limbah organik
Limbah cair banyak mengandung unsur hara N, P, dan K serta bahan organik lainnya, termasuk limbah cair (leachate) TPA.  Pupuk cair dari limbah organik dapat dipakai sebagai pupuk dasar maupun pupuk tambahan setelah tanaman tumbuh.
Di Indonesia limbah TPA setiap harinya semakin meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, perkembangan industri, dan kegiatan lainnya.  Banyaknya sampah yang dibuang di tempat pembuangan akhir mengakibatkan berbagai permasalahan yang meliputi pencemaran lingkungan, kesehatan dan bencana alam (Himmah et al, 2009).  Air yang dikeluarkan (leachate) juga dapat menimbulkan pencemaran sumur, sungai maupun air tanah dan sampah yang tercecer tidak pada tempatnya dapat menyumbat saluran pembuangan air sehingga dapat menimbulkan bahaya banjir (Khoir, 2009).  Oleh karena itu, limbah TPA perlu dikelola agar dapat bermanfaat bagi masyarakat.  Limbah TPA yang telah dikelola dapat bermanfaat sebagai sumber pupuk organik, sumber humus, dapat didaur ulang menjadi barang yang berguna, dan mengurangi pencemaran lingkungan.
Menurut PT Tenang Jaya Sejahtera (2009) pola yang dapat dipakai dalam penanggulangan sampah meliputi Reduce, Reuse, Recycle, dan Composting (3RC)
1.    Reduce (mengurangi sampah) merupakan langkah pertama untuk mencegah penimbunan sampah.
2.    Reuse (menggunakan kembali) berarti menghemat dan mengurangi sampah dengan cara menggunakan kembali barang-barang yang telah dipakai.
3.    Recycle (mendaur ulang) diartikan mengubah sampah menjadi produk baru, khususnya untuk barang-barang yang tidak dapat digunakan dalam waktu yang cukup lama, misalnya kertas, alumunium, gelas dan plastik.
4.    Composting merupakan proses pembusukan secara alami dari materi organik, misalnya daun, limbah pertanian (sisa panen), sisa makanan dan lain-lain.  Pembusukan itu menghasilkan materi yang kaya unsur hara, antara lain nitrogen, fosfor dan kalium yang disebut kompos atau humus yang baik untuk pupuk tanaman.
Kebanyakan komposisi sampah yang terdapat di tempat pembuangan akhir terdiri dari bahan-bahan organik yaitu 58 % dari sampah dapur.  Sampah mengandung sekitar 65,1 % bahan organik dan 34,9 % bahan non organik.  Komposisi sampah yang sebagian besar merupakan sampah organik seperti sampah dapur, kayu dan sampah alam lainnya akan mengalami dekomposisi dan menghasilkan leachate yang mengandung bahan-bahan organik yang apabila tidak ditangani secara tepat akan mengakibatkan pencemaran lingkungan (Himmah et al, 2009).
Leachate didefinisikan sebagai cairan hasil pemaparan air hujan pada timbunan sampah.  Leachate membawa materi tersuspensi dan terlarut yang merupakan produk dari degradasi sampah.  Komposisi leachate dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti jenis sampah, jumlah curah hujan di daerah TPA dan kondisi spesifik TPA (Himmah et al, 2009).  Menurut Lestari et al (2010), Leachate biasanya mengandung kalsium (Ca), magnesium (Mg), natrium (Na), kalium (K), besi (Fe), klorida (Cl), sulfat (SO4), fosfat (PO4), seng (Zn), nikel (Ni), karbon dioksida (CO2), air (H2O), gas nitrogen (N2), amoniak (NH3), asam sulfida (H2S), asam organik, gas hidrogen (H2) dan senyawa logam berat yang tinggi.
Leachate mengandung bahan organik dan logam berat dengan kadar yang tinggi.  Leachate yang akan dijadikan pupuk organik cair harus sedikit mungkin mengandung logam berat, maka leachate harus difermentasikan terlebih dahulu untuk menjadi pupuk organik cair.  Upaya mengelola leachate untuk menurunkan kadar logam berat tanpa mengurangi bahan organik yaitu melalui proses biosorpsi.  Proses biosorpsi merupakan pengikatan logam melalui adsorpsi dengan menggunakan organisme yang inaktif atau mati.  Sargassum cinereum merupakan organisme yang mempunyai kemampuan cukup tinggi untuk mengadsorpsi ion-ion logam, baik dalam keadaan hidup maupun dalam bentuk sel mati.  Biosorpsi sangat baik untuk mengadsorpsi logam berat yang terkandung dalam limbah leachate karena berlangsung relatif cepat, tingkat penyerapannya tinggi dan selektif (Lestari et al, 2010).
Leachate memiliki kandungan organik cukup tinggi yang dapat dijadikan pupuk organik cair yang mampu menunjang pertumbuhan tanaman.  Leachate akan memberikan nilai ekonomi terutama di bidang pertanian, jika leachate dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair maka masalah lingkungan dan masalah pertanian terutama dalam pengadaan bahan organik dapat teratasi.
Lestari et al (2010), melaporkan bahwa pupuk organik cair leachate mengandung unsur nitrogen (N = 4,683%), fosfor (P = 1,868%), dan kalium (K = 8,993%).  Peranan unsur N bagi tanaman antara lain : untuk merangsang pertumbuhan secara umum, terutama pada fase vegetatif (batang, cabang, dan daun); pembentukan klorofil atau hijau daun dalam proses fotosintesis; membentuk lemak, protein, dan berbagai persenyawaan organik lain (Lingga dan Marsono, 2007).  Kekurangan N dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak normal atau kerdil, daun menguning dan mengering, jaringan tanaman mengering dan mati, buah tidak sempurna; cepat masak; dan kadar proteinnya rendah (Parnata, 2004).  Peranan P bagi tanaman untuk merangsang pertumbuhan akar, sebagai bahan dasar pembentukan protein, membantu asimilasi dan respirasi (pernafasan), mempercepat pembungaan, dan pemasakan biji serta buah (Lingga dan Marsono, 2007).  Kekurangan P menyebabkan tanaman menjadi kerdil, pertumbuhan akar tidak baik, warna daun lebih hijau daripada keadaan normalnya, dan daun tua tampak menguning sebelum waktunya (Parnata, 2004).  Peranan K membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, dan sumber kekuatan bagi tanaman terhadap kekeringan dan penyakit (Lingga dan Marsono, 2007).  Kekurangan K menyebabkan tanaman tidak tahan terhadap penyakit, kekeringan, dan udara dingin; serta menyebabkan tangkai daun lemah sehingga mudah terkulai (Parnata, 2004).  Marsono dan sigit (2001), menambahkan gejala kekurangan K menyebabkan daun mengerut atau keriting dan timbul bercak-bercak merah coklat lalu kering dan mati.
Pupuk organik cair leachate diaplikasikan lewat akar dengan cara dikocorkan atau disiramkan ke permukaan tanah.  Pemupukan lewat akar lebih efektif karena langsung memberikan pupuk ke pusat perakaran.  Pemberian pupuk melalui akar mempunyai kelemahan antara lain: unsur hara mudah hilang, mudah menguap, mudah tercuci, mudah larut, dan dapat dimanfaatkan oleh tanaman lain yang tidak diinginkan (Redaksi AgroMedia, 2007).
Konsentrasi pupuk organik cair leachate yang diberikan harus mampu menyediakan nutrisi yang tepat yang dibutuhkan tanaman caisim agar dapat tumbuh optimal.  Konsentrasi yang terlalu rendah menyebabkan kecilnya unsur hara yang diserap oleh tanaman.  Konsentrasi yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya plasmolisis, sehingga menyebabkan gejala terbakar pada tanaman terutama daun dan tanaman menjadi layu dan mati (Novizan, 2000).
Menurut hasil penelitian Fransisca (2009), pemberian konsentrasi pupuk organik cair puja yang sesuai untuk tanaman caisim adalah 7,5 cc/l dibanding pada konsentrasi 0 cc/l; 2,5 cc/l; dan 5 cc/l dan pemberian dosis pupuk Kascing yang sesuai untuk tanaman caisim adalah 60 gram/tanaman.  Konsentrasi pupuk organik cair leachate yang tepat untuk tanaman caisim belum diketahui secara pasti, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui konsentrasi pupuk organik cair leachate yang tepat untuk tanaman caisim.  Konsentrasi pupuk organik cair leachate yang digunakan pada penelitian ini adalah 0 cc/liter, 10 cc/liter, 20 cc/liter dan 30 cc/liter, dengan pemikiran bahwa pada penelitian sebelumnya yang menggunakan dua faktor yaitu pengunaan kascing dan pupuk organik cair puja pada tanaman caisim merupakan dua faktor yang saling mendukung dari segi penyediaan unsur hara. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar